Sejarah Ekonomi Indonesia sejak Orde Lama hingga era Reformasi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tuntutan-tuntutan agar sebuah sistem ekonomi dapat dikatakan baiktidak dapat dipenuhi dalam tempo satu atau dua generasi. Untuk memahami sistem ekonomi yang berlaku didalam suatu negara, kita harus memahami sejarah perkembangan perekonomi negara yang bersangkutan.

B. Rumusan Masalah

  1. Bagaimana Pemerintahan Orde Lama ?
  2. Bagaimana Pemerintahan Orde Baru ?
  3. Bagaimana Pemerintahan Transisi ?
  4. Bagaimana Pemerintahan Reformasi ?
  5. Pemerintahan Gotong Royong ?
  6. Pemerintahan Indonesia Bersatu ?

C. Tujuan Penulisan

Untuk memberikan pemahaman tentang sejarah perkembangan perekonomian Indonesia..

D. Sistematika Penulisan

Dalam makalah ini, kami merumuskan masalah sebagai berikut :

BAB I               : PENDAHULUAN

Berisikan Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan Penulisan serta Sistematika Penulisan.

BAB II : PEMBAHASAN

Berisikan dari rumusan masalah yang ada.

 

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemerintahan Orde Lama (1945-1966)

Periode Orde Lama (Orla) ditandai dengan ketidakstabilan politik. Kabinet juga berganti-ganti. Kadang-kadang usia pemerintahan (kabinet) kurang dari setahun. Masa itu, pemerintahan juga diganggu oleh ancaman disintegrasi, seperti pemberontakan PRRI dan Permesta. Lemahnya pemerintahan diperparah dengan lemahnya penanganan masalah-masalah ekonomi. Hal ini berkaitan erat dengan sistem ekonomi yang digunakan di Indonesia.

Periode 1945-1959 sistem ekonomi yang diterapkan cenderung berorientasi Kapitalis-Liberal. Sistem ini merupakan sisa-sisa sistem ekonomi yang diterapkan pemerintahan penjajah (Belanda). Akibatnya, pada masa awal kemerdekaan, keadaan ekonomi Indonesia sangat buruk, yang antara lain disebabkan oleh :

  1. Inflasi yang sangat tinggi, hal ini disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javashe Bank ,mata uang pemerintah Hindia Belanda,dan mata uang pendudukan Jepang. Pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
  2. Adanya blockade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
  3. Kas Negara kosong
  4. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan ekonomi,antara lain :

  1. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan IR. Surachman pada bulan Juli 1946.
  2. Upaya menembus blockade dengan diplomasi beras ke India (India merupakan Negara yang mengalami nasib yang sama dengan Indonesia yaitu sama-sama pernah dijajah, Indonesia menawarkan bantuan berupa padi sebanyak 500.000 ton dan India menyerahkan sejumlah obat-obatan kepada Indonesia),mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blockade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
  3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
  4. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947 Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
  5. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).

B. Pemerintahan Orde Baru (1966-1998)

Pengalaman pahit pemerintahan Orla menyebabkan pemerintahan Orba tidak memilih sistem ekonomi Kapitalis-Liberalmaupun Etatisme. Keberhasilan pengelolaan ekonomi Orba tidak bertahan lama. Tetapi ini bukan karena sistem ekonomi yang dipilihnya. Menurut Prof. Dr. Emil Salim (1979) seorang tenokrat ekonomi saat itu dalam sebuah wawancara di Majalah Tempo (Juni 2000), penyebab kerusakan pengelolaan perekonomian Indonesia selama sepuluh tahun terakhir adalah maraknya Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN), khususnya antara, pengusaha dan penguasa (pejabat pemerintahan-negara). KKN ini membawa dampak buruk bagi perekonomian Indonesia. Pada tanggal 21 Mei 1998 presiden Soeharto, yang baru sekitar 70 hari terpilih menjadi presiden RI 1998-2003, mengundurkan diri dari jabatannya. Saat itulah dianggap merupakan akhir periode pemerintahan Orba.

C. Pemerintahan Transisi

Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.

Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

Pemerintahan transisi merupakan peralihan antara pemerintahan zaman Soeharto ke pemerintahan B.J. Habibie.

D. Pemerintahan Reformasi

Banyak kalangan yang berpandangan bahwa Orde Reformasi dimulai pada saat jatuhnya Soeharto, 21 Mei 1998. Jika patokan ini diikuti, maka dalam tempo hanya sekitar tiga tahun Indonesia telah dipimpin oleh tiga pemerintahan, yaitu Pemerintahan Habibie (dengan Presiden Prof. Dr. Ir. B.J. Habibie) yang menggantikan Soeharto (Mei 1998), lalu terpilihnya K.H Abdurrahman Wahid (Gusdur) sebagai presiden RI 1999-2004, dibulan Oktober 1999, namun kemudian ia digantikan oleh Megawati Soekarno Putri pada Agustus 2001. Dan sejak 2004 Presiden RI adalah Susilo Bambang Yudhoyono.

  1. Bapak B.J Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)

Pada saat pemerintahan presdiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk menstabilkan keadaan politik di Indonesia. Presiden B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena melepaskan wilayah Timor-timor dari Wilayah Indonesia melalui jejak pendapat.

  1. Bapak Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)

Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan yang cukup berati untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan Abdurraman Wahid berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah konflik antar etnis dan antar agama.

  1. Ibu Megawati (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)

Masa kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak yang harus diselesaikan yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hokum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara lain :

a)      Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun

b)      Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah dengan menjual beberapa asset Negara untuk membayar hutang luar negeri. Akan tetapi, hutang Negara tetap saja menggelembung karena pemasukan Negara dari berbagai asset telah hilang dan pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.

  1.  Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-sekarang)

Masa kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu

a)      Mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke sector pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung kesejahteraan masyarakat.

b)      Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.

c)      Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepaladaerah. Investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.

d)      Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada pemerintahan SBY mampu memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal jauh dari jangkauan sebelumnya karena SBY menerapkan sistem Soft Law bukan Hard Law. Artinya SBY tidak menindak tegas orang-orang yang melakukan KKN sehingga banyak terjadi money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak yang mengulanginya. Dilihat dari semua itu Negara dapat dirugikan secara besar-besaran dan sampai saat ini perekonomian Negara tidak stabil.

e)      Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan persediaan bahan bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.

f)       Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit karena harga gabah menjadi anjlok atau turun drastis

g)      Pada tahun 2006 Indonesia melunasi seluruh sisa hutang pada IMF (International Monetary Fund). Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sektor riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sektor riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga semakin membengkak dikarenakan sering terjadinya bencana alam yang menimpa negeri ini.

E. Pemerintahan Gotong-Royong

Kabinet Gotong Royong adalah kabinet pemerintahan Presiden RI kelima Megawati Sukarnoputri (2001-2004). Kabinet ini dilantik pada tahun 2001 dan masa baktinya berakhir pada tahun 2004.

Kinerja Pemerintahan Megawati Soekarnoputri sangat mengecewakan. Megawati tidak tampil sebagai seorang presiden, melainkan lebih sebagai ketua umum partai. Akibatnya, roda pemerintahan tidak berjalan sebagaimana diharapkan banyak orang dan cita-cita reformasi.

Penilaian itu dilontarkan Kelompok Kerja (Pokja) Petisi 50 dalam evaluasi akhir tahun Petisi 50 yang berjudul “Catatan Akhir Tahun 2002, Pernyataan Keperihatinan”. Sebagai pemimpin bangsa, menurut Petisi 50, Presiden Megawati sangat mudah dipengaruhi. Selain itu, para pembantunya di jajaran kabinet kelihatan sangat tidak solid. Hal itu terjadi karena para menteri masing-masing mengusung kepentingan partai politik (parpol) dari mana mereka berasal.

F. Pemerintahan Indonesia Bersatu

  1. PEMERINTAHAN INDONESIA BERSATU JILID I  ERA SBY-JK 2004-2009

Kabinet Indonesia Bersatu (Inggris: United Indonesia Cabinet) adalah kabinet pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla.

Kabinet ini dibentuk pada 21 Oktober 2004 dan masa baktinya berakhir pada tahun 2009. Pada 5 Desember 2005, Presiden Yudhoyono melakukan perombakan kabinet untuk pertama kalinya, dan setelah melakukan evaluasi lebih lanjut atas kinerja para menterinya, Presiden melakukan perombakan kedua pada 7 Mei 2007.

Susunan Kabinet Indonesia Bersatu pada awal pembentukan (21 Oktober 2004), perombakan pertama (7 Desember 2005), dan perombakan kedua (9 Mei 2007)

Pada periode ini, pemerintah melaksanakan beberapa program baru yang dimaksudkan untuk membantu ekonomi masyarakat kecil diantaranya Bantuan Langsung Tunai (BLT), PNPM Mandiri dan Jamkesmas. Pada prakteknya, program-program ini berjalan sesuai dengan yang ditargetkan meskipun masih banyak kekurangan disana-sini.

  1. PEMERINTAHAN INDONESIA BERSATU JILID II ERA SBY – BOEDIONO 2009-2014

Kabinet Indonesia Bersatu II (Inggris: Second United Indonesia Cabinet) adalah kabinet pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono. Susunan kabinet ini berasal dari usulan partai politik pengusul pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009 yang mendapatkan kursi di DPR (Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan PKB) ditambah Partai Golkar yang bergabung setelahnya, tim sukses pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009, serta kalangan profesional. Susunan Kabinet Indonesia Bersatu II diumumkan oleh Presiden SBY pada 21 Oktober 2009 dan dilantik sehari setelahnya. Pada 19 Mei 2010, Presiden SBY mengumumkan pergantian Menteri Keuangan.

Pada periode ini, pemerintah khususnya melalui Bank Indonesia menetapkan empat kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional negara yaitu :

a)      BI rate

b)      Nilai tukar

c)      Operasi moneter

d)      Kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas dan makroprudensial lalu lintas modal.

Dengan kebijakan-kebijakan ekonomi diatas, diharapkan pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang akan berpengaruh pula pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Kinerja Pemerintahan SBY – Tak terasa sudah 1 tahun pemerintahan SBY jilid II berjalan, Namun masih saja dianggap gagal serta mendapat rapor merah dari beberapa kalangan. Dan kali ini pengamat ekonomi dunia pun ikut bicara terkait dengan kinerja pemerintahan SBY yang sudah 1 tahun ini. Perolehan suara 60 % dalam Pilpres 2009 dan mendapat dukungan mayoritas di parlemen ternyata belum bisa dioptimalkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono untuk melakukan langkah-langkah yang konkrit dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Di mata pengamat ekonomi politik dari Northwestern University, Amerika Serikat, Prof Jeffrey Winters, buruknya kinerja pemerintahan SBY tidak lepas dari sikap Presiden SBY dalam menjalankan pemerintahan. SBY dianggap lebih suka terlihat cantik, santun dan berambut rapi di depan kamera dibanding bekerja keras mengatasi persoalan-persoalan yang ada di Indonesia.

Apa pandangan Anda terhadap kinerja SBY-Boediono selama menjalankan pemerintahan?

Sampai saat ini dilihat kinerja pemerintahan SBY-Boediono rendah. Dan perlu dicatat prestasi yang rendah kepemimpinan SBY bukan sesuatu yang baru. Karena sejak 2004 memang kinerjanya tidak pernah tinggi. Jadi kombinasi SBY-Kalla yang sudah mengecewakan menjadi lebih parah dengan kombinasi SBY-Boediono.

Meski pada masa SBY-JK kinerjanya buruk, paling tidak Jusuf Kalla dikenal sebagai orang yang tidak sabar dan sering mendorong SBY untuk bertindak dan ambil keputusan. Tetapi akhirnya Kalla menjadi capek, frustrasi dan memilih lepas saja.

Kinerja para menteri terkait dengan performa pemimpinnya. Karena sikap presidennya sebagai leader tidak bagus tentu saja para menterinya juga tidak bagus kerjanya. Apalagi pemilihan anggota kabinet berdasarkan bagi-bagi kekuasaan supaya aman di parlemen. Hasilnya yang terjadi pemilihan bukan berdasarkan kapabilitas dan akuntabilitas. Melainkan berdasarkan jatah anggota koalisi.

REFERENSI :

  1. Pratama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar:  Jakarta: LP-FEUI, 2004.
  2. http://putrimarchela.blogspot.com/
  3. http://emilianovitasari.blogspot.com/

 

 

Leave a comment